Cerita Pemburu Emas Antam di Perut Bumi kaki Gunung Halimun

Cerita Pemburu Emas Antam di Perut Bumi kaki Gunung Halimun

Baca Juga

Sodiek Imam Prasetyo memilih bekerja di kegelapan dibanding duduk di depan komputer dalam ruangan penuh lampu dan dilengkapi pendingin udara. Dia menjadikan perut bumi sebagai sumber rezekinya. Sudah setahun terahir dia menjadi pemburu emas di area pertambangan Unit Bisnis Pertambangan Emas (UPBE) Pongkor milik PT Antam (Persero) yang terletak di kaki Gunung Halimun-Salak, Bogor.

Di kawasan ini PT Antam mempunyai lima area pertambangan atau terowongan tambang bawah tanah. Area Gudang Handak, Area Kubang Cicau, Area Ciguha, Area Ciurug Level 450 dan Area Ciurug Level 600. Kedalaman tiap terowongan juga berbeda beda tergantung kandungan emas yang ditemukan. Jarak antar lokasi penggalian cukup jauh. Untuk mencapai lokasi penggalian, para penambang harus naik kereta khusus bawah tanah. Kereta itu melintasi terowongan atau lubang bawah tanah pertambangan emas Antam yang panjangnya bisa mencapai 15 Kilometer (Km).


Setiap hari, Sodiek dan ratusan karyawan Antam bekerja di bawah tanah. Tangannya terlatih memecah batuan besar untuk mencari sebongkah emas yang terkandung di dalamnya. Dia sadar betul, pekerjaannya penuh dengan risiko. Bahkan nyawa taruhannya. Banyak kejadian longsor area tambang bawah tanah yang menewaskan pekerja tambang. Atau tewasnya pekerja tambang akibat kekurangan oksigen. Tapi itu semua tak menyurutkan nyalinya.

Tambang ini beroperasi selama 24 jam non stop. Setiap hari, pekerja tambang dibagi dalam 3 shift kerja. Masing-masing shift bekerja selama 8 jam. Tapi tak jarang mereka bekerja di dalam lubang bawah tanah selama 12 jam. Risiko kecelakaan mengintai setiap pekerja. Risiko paling dekat dengan para pekerja adalah kehabisan oksigen. Lokasi atau titik penggalian emas di dalam terowongan yang tak terkena sinar matahari sehingga minim oksigen.

"Risiko jelas tinggi dibanding tambang terbuka. Kita tidak kontak dengan udara bebas dan di atas kita ada tanah dan batu," kata Sodiek saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (14/9).

Untuk meminimalisir kekurangan oksigen, di area pertambangan dibangun ventilasi dari pipa dan terpal untuk rekayasa udara. Dengan keberadaan pipa ini, tidak ada gangguan udara. Tim khusus disiagakan mengukur tekanan udara di semua area.


Dalam satu lokasi penggalian, Sodiek dan rekannya berbagi tugas. Ada yang khusus melakukan pengeboran, ada yang bertugas sebagai helper atau penolong, ada pula yang bertugas sebagai pengawas. Tak hanya itu, dalam terowongan juga ada pekerja yang bertugas sebagai operator alat berat yang mengangkut batu-batu yang telah dipecahkan. Kemudian ada sopir alat angkut yang bertugas untuk membawa ORE atau pecahan bebatuan ke lokasi penumpukan sementara untuk diolah.

Bukan hal mudah bagi penambang baru untuk menyesuaikan diri bekerja di bawah tanah. Kebanyakan pekerja baru pasti tersesat ketika berada di dalam terowongan atau area tambang bawah tanah. Sebab, tidak ada penunjuk arah. Satu terowongan memiliki banyak lubang atau area penggalian yang kedalamannya bisa mencapai 80 meter. Sodiek menceritakan, kejadian mistis rata-rata dialami pekerja baru. Mereka percaya, lokasi tambang yang gelap dan lembap menjadi tempat nyaman bagi makhluk halus. Bagi pekerja tambang, hal ini sudah biasa. Justru jadi penyemangat kerja.

"Ada juga yang lihat bayangan, dengar suara. Namanya daerah lembap ya. Ada saja cerita-cerita begitu. Ini jadi selingan saja biar enggak ngantuk."

Mata para pekerja tambang sudah terbiasa dengan kegelapan. Hampir sepanjang hari mereka tak bertemu langsung dengan sinar matahari. APalagi mereka yang kebagian shift panjang selama 12 jam. "Beratnya enggak liat matahari, apalagi dari jam 08.00 WIB sampai 20.00 WIB."


Sebagai pemburu emas, Sodiek dan rekan-rekannya tak hanya menggali dan memecahkan batu. Mereka juga harus menutup kembali lubang bekas galian dengan cara back filling. Termasuk jika tak ditemukan kandungan emas. Lubang itu harus ditutup untuk meminimalisir risiko. Lubang yang telah digali ditutup dengan limbah batu.

Biasanya, para pemburu emas ini akan berada lama di satu area penggalian. Alasannya jelas, mereka butuh waktu untuk memahami karakteristik batu dan kandungan emas di dalamnya. Sangat jarang penambang dipindah dari satu area ke area pertambangan lainnya. Sodiek bisa berada di satu area tambang dalam waktu empat bulan.

"Kalau dipindah jarang karena mereka akan di daerah penggalian mereka terus. Mereka memahami karakteristik penggaliannya."

Related Posts

Cerita Pemburu Emas Antam di Perut Bumi kaki Gunung Halimun
4/ 5
Oleh