Baca Juga
Pemberontakan tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Blitar merupakan peristiwa sejarah yang sangat penting pada masa pendudukan bala tentara Jepang. Tidak banyak yang tahu, bahwa dalam peristiwa itu Soekarno terlibat langsung.
Kepada Cindy Adams dalam bukunya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno menceritakan, bagi tentara Jepang, pemberontakan PETA merupakan peristiwa yang sangat tidak pernah diduga. Tetapi tidak dengan Soekarno.
"Apa yang tidak diketahui orang sampai sekarang ialah bahwa Soekarno sendiri tersangkut dalam pemberontakan ini," kata Soekarno, seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, halaman 231.
Dalam peristiwa itu, tentara PETA melancarkan serangan mendadak ke kantor telepon, markas kepolisian, dan menjarah gudang peluru. Pemberontakan ini dengan cepat dipatahkan tentara Jepang, dan dibalas dengan pembantaian massal.
Pembunuhan keji yang dilakukan tentara Jepang terhadap mereka yang dianggap terlibat dalam pemberontakan membuat marah masyarakat Indonesia. Saat itu, rakyat melihat ke arah Soekarno, dan Soekarno terpaksa memalingkan muka.
"Aku terpaksa memalingkan muka. Aku tidak memiliki kekuatan. Tidak ada yang dapat kulakukan.. Dalam keadaan apapun aku tidak akan membuka rahasia ini. Aku terpaksa akan menyangkal bahwa aku tahu mengenai peristiwa ini," jelasnya.
Awal keterlibatan Soekarno dalam pemberontakan PETA terjadi ketika dia mengunjungi ibunya di Blitar. Saat itu, sejumlah perwira PETA datang menemuinya, dan membicarakan rencana mereka untuk melakukan pemberontakan bersenjata.
"Kami baru mulai merencanakan, tetapi kami ingin tahu pendapat Bung Karno sendiri," kata salah seorang perwira itu. "Pertimbangkan akibatnya. Kuharap kalian menyadari tindakan yang demikian itu akan ditindas," jawab Soekarno.
Namun, Supriyadi langsung nyeletuk, "Kita akan berhasil!" Mendengar jawaban dari Supriyadi, Soekarno tampak sangat berat, "Menurut pendapatku, kalian terlalu lemah untuk mengambil risiko terhadap gerakan semacam itu sekarang."
Setelah menatap wajah para perwira itu satu persatu, Soekarno sadar dirinya tidak kuasa untuk menghentikan rencana itu, "Kalau nanti gagal, kalian harus bersiap-siap menghadapi hal terburuk. Jepang akan menghukum mati kalian."
Saat salah seorang perwira berkata, "Apakah Bung Karno dapat membela kami?" Dengan cepat Soekarno menjawab, bahwa dia tidak akan mengorbankan PETA hanya untuk menyelamatkan sejumlah perwiranya yang melakukan pemberontakan.
"Tidak. Kalian adalah prajurit.. Hukuman terhadap kalian otomatis. Selain itu, aku harus menerangkan dengan jelas kepada kalian, kalau kalian ingin terus melakukannya, aku dukung. Aku akan membantu perencanaannya," tegasnya.
Soekarno menjelaskan, PETA merupakan alat yang vital bagi revolusi Indonesia masa itu. Dalam PETA, untuk pertama kalinya rakyat Indonesia dapat belajar menggunakan senjata, belajar perang gerilya, dan perang melawan musuh.
Kesempatan ini bisa dimanfaatkan rakyat Indonesia untuk tujuannya sendiri, yakni mencapai kemerdekaan. "Kalau sekiranya kalian tertangkap, merupakan kewajibanku untuk menyelamatkan pasukan PETA yang tersisa," tegas Soekarno.
Akhirnya, pemberontakan pecah di asrama PETA di Blitar, pada 14 Februari 1945. Pemberontakan dikobarkan oleh Ismail, perwira kompi yang mendukung Supriyadi dan Merudi. Ismail kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.
Bersama Ismail, sejumlah pemimpin pemberontak lainnya juga dihukum mati. Mereka adalah Soeparjono, Soenanto, Halir Mangkoedidjaya, dan Soedarmono. Sementara Supriyadi, tidak diketahui rimbanya. Dia diduga dibunuh lebih dahulu.
Namun, saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan membentuk kabinetnya yang pertama, nama Supriyadi muncul lagi. Dia bahkan diangkat sebagai Menteri Keamanan oleh Soekarno, pada 6 Oktober 1945.
Pengangkatan Supriyadi ini sempat menjadi perbincangan, karena banyak yang mengira saat itu Supriyadi telah tewas dibunuh tentara Jepang dan kepalanya dipenggal. Apalagi, sejak saat itu sosoknya tidak pernah terlihat.
Di tengah keraguan masyarakat itu, Soekarno kembali mengangkat Supriyadi jadi pimpinan tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 22 Oktober 1945. Dalam buku Cindy Adams, Soekarno tidak menjelaskan kenapa menunjuk Supriyadi.
Dia hanya mengatakan, saat Jepang mengutuk pemberontakan itu dan menjatuhi hukuman mati kepada para perwira yang pernah menemuinya, dia tidak menolongnya. "Aku tidak membela mereka. Aku tidak bisa melakukannya," ungkapnya.
Sampai di sini ulasan singkat Terbongkarnya Rahasia Soekarno Terlibat Pemberontakan PETA di Blitar ini diakhiri, semoga memberikan manfaat.
Kepada Cindy Adams dalam bukunya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno menceritakan, bagi tentara Jepang, pemberontakan PETA merupakan peristiwa yang sangat tidak pernah diduga. Tetapi tidak dengan Soekarno.
"Apa yang tidak diketahui orang sampai sekarang ialah bahwa Soekarno sendiri tersangkut dalam pemberontakan ini," kata Soekarno, seperti dikutip dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, halaman 231.
Dalam peristiwa itu, tentara PETA melancarkan serangan mendadak ke kantor telepon, markas kepolisian, dan menjarah gudang peluru. Pemberontakan ini dengan cepat dipatahkan tentara Jepang, dan dibalas dengan pembantaian massal.
Pembunuhan keji yang dilakukan tentara Jepang terhadap mereka yang dianggap terlibat dalam pemberontakan membuat marah masyarakat Indonesia. Saat itu, rakyat melihat ke arah Soekarno, dan Soekarno terpaksa memalingkan muka.
"Aku terpaksa memalingkan muka. Aku tidak memiliki kekuatan. Tidak ada yang dapat kulakukan.. Dalam keadaan apapun aku tidak akan membuka rahasia ini. Aku terpaksa akan menyangkal bahwa aku tahu mengenai peristiwa ini," jelasnya.
Awal keterlibatan Soekarno dalam pemberontakan PETA terjadi ketika dia mengunjungi ibunya di Blitar. Saat itu, sejumlah perwira PETA datang menemuinya, dan membicarakan rencana mereka untuk melakukan pemberontakan bersenjata.
"Kami baru mulai merencanakan, tetapi kami ingin tahu pendapat Bung Karno sendiri," kata salah seorang perwira itu. "Pertimbangkan akibatnya. Kuharap kalian menyadari tindakan yang demikian itu akan ditindas," jawab Soekarno.
Namun, Supriyadi langsung nyeletuk, "Kita akan berhasil!" Mendengar jawaban dari Supriyadi, Soekarno tampak sangat berat, "Menurut pendapatku, kalian terlalu lemah untuk mengambil risiko terhadap gerakan semacam itu sekarang."
Setelah menatap wajah para perwira itu satu persatu, Soekarno sadar dirinya tidak kuasa untuk menghentikan rencana itu, "Kalau nanti gagal, kalian harus bersiap-siap menghadapi hal terburuk. Jepang akan menghukum mati kalian."
Saat salah seorang perwira berkata, "Apakah Bung Karno dapat membela kami?" Dengan cepat Soekarno menjawab, bahwa dia tidak akan mengorbankan PETA hanya untuk menyelamatkan sejumlah perwiranya yang melakukan pemberontakan.
"Tidak. Kalian adalah prajurit.. Hukuman terhadap kalian otomatis. Selain itu, aku harus menerangkan dengan jelas kepada kalian, kalau kalian ingin terus melakukannya, aku dukung. Aku akan membantu perencanaannya," tegasnya.
Soekarno menjelaskan, PETA merupakan alat yang vital bagi revolusi Indonesia masa itu. Dalam PETA, untuk pertama kalinya rakyat Indonesia dapat belajar menggunakan senjata, belajar perang gerilya, dan perang melawan musuh.
Kesempatan ini bisa dimanfaatkan rakyat Indonesia untuk tujuannya sendiri, yakni mencapai kemerdekaan. "Kalau sekiranya kalian tertangkap, merupakan kewajibanku untuk menyelamatkan pasukan PETA yang tersisa," tegas Soekarno.
Akhirnya, pemberontakan pecah di asrama PETA di Blitar, pada 14 Februari 1945. Pemberontakan dikobarkan oleh Ismail, perwira kompi yang mendukung Supriyadi dan Merudi. Ismail kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.
Bersama Ismail, sejumlah pemimpin pemberontak lainnya juga dihukum mati. Mereka adalah Soeparjono, Soenanto, Halir Mangkoedidjaya, dan Soedarmono. Sementara Supriyadi, tidak diketahui rimbanya. Dia diduga dibunuh lebih dahulu.
Namun, saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dan membentuk kabinetnya yang pertama, nama Supriyadi muncul lagi. Dia bahkan diangkat sebagai Menteri Keamanan oleh Soekarno, pada 6 Oktober 1945.
Pengangkatan Supriyadi ini sempat menjadi perbincangan, karena banyak yang mengira saat itu Supriyadi telah tewas dibunuh tentara Jepang dan kepalanya dipenggal. Apalagi, sejak saat itu sosoknya tidak pernah terlihat.
Di tengah keraguan masyarakat itu, Soekarno kembali mengangkat Supriyadi jadi pimpinan tertinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), pada 22 Oktober 1945. Dalam buku Cindy Adams, Soekarno tidak menjelaskan kenapa menunjuk Supriyadi.
Dia hanya mengatakan, saat Jepang mengutuk pemberontakan itu dan menjatuhi hukuman mati kepada para perwira yang pernah menemuinya, dia tidak menolongnya. "Aku tidak membela mereka. Aku tidak bisa melakukannya," ungkapnya.
Sampai di sini ulasan singkat Terbongkarnya Rahasia Soekarno Terlibat Pemberontakan PETA di Blitar ini diakhiri, semoga memberikan manfaat.
Terbongkarnya Rahasia Soekarno Terlibat Pemberontakan PETA di Blitar
4/
5
Oleh
Unknown