Baca Juga
Hukuman mati yang ada di Indonesia sejatinya telah ada sejak ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Sejak negeri ini masih berupa kumpulan kerajaan, hukuman mati bagi yang bersalah sudah diterapkan dengan tegas.
Para terdakwa yang telah terbukti melakukan kesalahan akan dibantai dengan mengerikan dan tanpa ampun di depan masyarakat.
Di era modern seperti sekarang, hukuman mati dilakukan dengan hukum gantung atau tembakan. Di masa lalu, hukuman yang akan diterima oleh orang yang bersalah lebih mengerikan.
Inilah hukuman-hukuman mati yang pernah dilakukan di masa lalu kerajaan Nusantara.
Ditusuk dengan Keris
Saat kawasan Jawa dikuasai oleh kerajaan Hindu dan Buddha, hukuman mati dilakukan dengan cara yang cukup mengerikan. Siapa saja yang terbukti bersalah melakukan pencurian, perampokan, hingga pembunuhan akan mendapatkan hukuman pati (hukuman mati) dari hakim yang kala itu sudah ditunjuk oleh raja.
Sekali hukuman pati diberlakukan maka seseorang tidak akan bisa menghindar kecuali membayar ganti rugi dengan nilai dua kali lipat dari apa yang mereka curi.
Setelah penetapan hukuman mati ini dilakukan, tersangka akan diiring ke tempat eksekusi. Di sana, dua orang pengawal akan memegang tangan terpidana mati lalu algojo dengan cepat menusukkan sebilah keris langsung ke jantung.
Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga tepat dan membuat darah dari dada keluar dengan cepat. Setelah darah mulai deras keluar, dua pengawal akan memegang terpidana ini hingga dia tewas karena kehabisan darah.
Dicincang di Depan Banyak Bupati
Barangkali kisah kematian dari Trunojoyo menjadi kematian paling mengerikan dalam sejarah kerajaan Nusantara. Bagaimana tidak, Trunojoyo dieksekusi mati depan banyak bupati atau adipati dengan cara yang mengerikan.
Kala itu, Amangkurat II ditugaskan untuk menusuk dada dan perut Trunojoyo hingga terbuka dengan sempurna. Setelah melakukan itu, dia mengambil hati dari Trunojoyo dan mencincangnya hingga halus.
Hukuman mati ini masih berlanjut. Sebelum mayat ini dikubur atau mungkin dibuang, kepala dari Trunojoyo dipenggal dan diletakkan di depan balai peristirahatan.
Satu per satu selir diperintah untuk menginjak kepala itu sebelum akhirnya kepala dari Trunojoyo dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk hingga hancur.
Bertarung dengan Harimau Jawa
Setelah Jawa mulai dikuasai oleh kerajaan beraliran Islam, hukuman mati pun berubah lagi. Meski beberapa kawasan menerapkan hukum syariah, tapi hukuman yang mengerikan nyatanya tetap dilakukan.
Pada masa Mataram Islam, hukuman mati dilakukan dengan dua cara, pertama adalah dengan bertarung dengan harimau dan yang kedua adalah hukuman picis.
Hukuman bertarung dengan harimau sudah bisa kita tebak bagaimana akhirnya. Orang yang bersalah itu kemungkinan akan mati dengan mengenaskan dan cepat.
Berbeda dengan hukuman pertama, hukuman picis bisa berlangsung cukup lama. Tersangka yang terbukti bersalah akan disayat-sayat bagian tubuhnya berkali-kali.
Setelah darah keluar dan luka menganga, pasukan akan menyiramkan air garam atau jeruk nipis sehingga membuat dia mengerang kesakitan sampai ajal menjemput.
Dilempar Lembing atau Ditumbuk
Di masa lalu, Kesultanan Aceh menerapkan hukuman yang sangat berat bagi mereka yang melakukan zina. Wanita yang terbukti melakukan hal mengerikan ini akan langsung diberi hukuman mati dengan dengan mengerikan.
Mereka akan dilempari lembing berkali-kali hingga ujungnya yang tajam akan menancap di tubuh dan menyebabkan pendarahan yang hebat.
Selain dengan dilempar lembing, konon wanita yang melakukan perzinaan akan ditumbuk kepalanya dengan keji. Mereka akan ditidurkan pada sebuah lesung lalu algojo akan bergantian menumbuk kepalanya berkali-kali hingga hancur dan meninggal dunia.
Hukuman-hukuman mati di atas adalah bukti bahwa di masa lalu, penegakan hukum dilakukan dengan cara yang keras. Siapa saja yang melanggar akan langsung dikenai sanksi yang sangat tegas.
Saat Belanda mulai datang ke Indonesia, hukuman mati semacam ini masih saja dilakukan, bahkan metode menjadi lebih beragam karena terpengaruh cara-cara kejam dari penjajah.
Para terdakwa yang telah terbukti melakukan kesalahan akan dibantai dengan mengerikan dan tanpa ampun di depan masyarakat.
Di era modern seperti sekarang, hukuman mati dilakukan dengan hukum gantung atau tembakan. Di masa lalu, hukuman yang akan diterima oleh orang yang bersalah lebih mengerikan.
Inilah hukuman-hukuman mati yang pernah dilakukan di masa lalu kerajaan Nusantara.
Ditusuk dengan Keris
Saat kawasan Jawa dikuasai oleh kerajaan Hindu dan Buddha, hukuman mati dilakukan dengan cara yang cukup mengerikan. Siapa saja yang terbukti bersalah melakukan pencurian, perampokan, hingga pembunuhan akan mendapatkan hukuman pati (hukuman mati) dari hakim yang kala itu sudah ditunjuk oleh raja.
Sekali hukuman pati diberlakukan maka seseorang tidak akan bisa menghindar kecuali membayar ganti rugi dengan nilai dua kali lipat dari apa yang mereka curi.
Setelah penetapan hukuman mati ini dilakukan, tersangka akan diiring ke tempat eksekusi. Di sana, dua orang pengawal akan memegang tangan terpidana mati lalu algojo dengan cepat menusukkan sebilah keris langsung ke jantung.
Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga tepat dan membuat darah dari dada keluar dengan cepat. Setelah darah mulai deras keluar, dua pengawal akan memegang terpidana ini hingga dia tewas karena kehabisan darah.
Dicincang di Depan Banyak Bupati
Barangkali kisah kematian dari Trunojoyo menjadi kematian paling mengerikan dalam sejarah kerajaan Nusantara. Bagaimana tidak, Trunojoyo dieksekusi mati depan banyak bupati atau adipati dengan cara yang mengerikan.
Kala itu, Amangkurat II ditugaskan untuk menusuk dada dan perut Trunojoyo hingga terbuka dengan sempurna. Setelah melakukan itu, dia mengambil hati dari Trunojoyo dan mencincangnya hingga halus.
Hukuman mati ini masih berlanjut. Sebelum mayat ini dikubur atau mungkin dibuang, kepala dari Trunojoyo dipenggal dan diletakkan di depan balai peristirahatan.
Satu per satu selir diperintah untuk menginjak kepala itu sebelum akhirnya kepala dari Trunojoyo dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk hingga hancur.
Bertarung dengan Harimau Jawa
Setelah Jawa mulai dikuasai oleh kerajaan beraliran Islam, hukuman mati pun berubah lagi. Meski beberapa kawasan menerapkan hukum syariah, tapi hukuman yang mengerikan nyatanya tetap dilakukan.
Pada masa Mataram Islam, hukuman mati dilakukan dengan dua cara, pertama adalah dengan bertarung dengan harimau dan yang kedua adalah hukuman picis.
Hukuman bertarung dengan harimau sudah bisa kita tebak bagaimana akhirnya. Orang yang bersalah itu kemungkinan akan mati dengan mengenaskan dan cepat.
Berbeda dengan hukuman pertama, hukuman picis bisa berlangsung cukup lama. Tersangka yang terbukti bersalah akan disayat-sayat bagian tubuhnya berkali-kali.
Setelah darah keluar dan luka menganga, pasukan akan menyiramkan air garam atau jeruk nipis sehingga membuat dia mengerang kesakitan sampai ajal menjemput.
Dilempar Lembing atau Ditumbuk
Di masa lalu, Kesultanan Aceh menerapkan hukuman yang sangat berat bagi mereka yang melakukan zina. Wanita yang terbukti melakukan hal mengerikan ini akan langsung diberi hukuman mati dengan dengan mengerikan.
Mereka akan dilempari lembing berkali-kali hingga ujungnya yang tajam akan menancap di tubuh dan menyebabkan pendarahan yang hebat.
Selain dengan dilempar lembing, konon wanita yang melakukan perzinaan akan ditumbuk kepalanya dengan keji. Mereka akan ditidurkan pada sebuah lesung lalu algojo akan bergantian menumbuk kepalanya berkali-kali hingga hancur dan meninggal dunia.
Hukuman-hukuman mati di atas adalah bukti bahwa di masa lalu, penegakan hukum dilakukan dengan cara yang keras. Siapa saja yang melanggar akan langsung dikenai sanksi yang sangat tegas.
Saat Belanda mulai datang ke Indonesia, hukuman mati semacam ini masih saja dilakukan, bahkan metode menjadi lebih beragam karena terpengaruh cara-cara kejam dari penjajah.
Mengerikan! Hukuman Mati Paling Sadis Saat Masih Zaman Kerajaan Nusantara
4/
5
Oleh
Unknown